Sabtu, Maret 07, 2009

AYYUHAL FATAA

Masih menyambung tulisan sebelumnya.

Perlu diingat bahwa energi yang diperlukan orang yang posisinya satu meter dari puncak gunung lebih kecil dari energi yang diperlukan olah orang yang masih berada di lereng ataupun kaki gunung

Makin tinggi posisi kita di puncak sana, makin besar pula energi yang kita perlukan untuk tidak JATUH

Di manapun posisi kita, kita harus tetap waspada dan mencurahkan segenap energi yang dianugerahkan kepada kita. Saat kita terpuruk ataupun waktu kita jaya.

Saya teringat sebuah cerita, seorang siswa yang sedang dilanda kebingungan mengenai aktivitasnya di sekolah "UMUM" dan aktivitasnya di pondok "PESANTREN". Akhirnya dia yang merupakan siswa berprestasi di sekolah memutuskan untuk meninggalkan "KEDUNIAWIAAN" yang dia jalani di sekolah dan hanya menyibukkan diri dengan "mathala'ah" pelajaran "AKHIRAT" berupa kitab-kitab kuning yang diajarkan di pondok.
Selang beberapa minggu, tempat "pertapaannya" didatangi karibnya yang mebawa berita penting "Sampeyan ditimbali Ndalem Kang!". Pikirannya berkecamuk, ada apa gerangan Mbah Yai nimbali saya?. Pikirannya bertambah kacau ketika melihat Ayahanda tercinta sedang berbincang dengan Mbah Yai.
Ternyata tidak ada yang istimewa dari perbincangan Beliau-beliaunya. Hanya sebatas menanyakan kabar dan perkembangan pendidikan agama pada saat ini.
Namun, pada mereka berpamitan pulang, sesaat dia kembali dari mengantarkan sang ayah ke pintu gerbang, Mbah Yai melambaikan tangannya "Kang ada titipan dari Bapakmu" sambil mengulurkan sebuah bungkusan rapi. Hatinya berdebar bertanya-tanya mengapa tidak Bapak kasikan langsung tadi?mengapa harus lewat Mbah Yai?.
Belum sempat pertanyaan itu terjawab, sesaat dia akan mengenakan sendalnya untuk kembali ke kamar, Mbah Yai memanggilnya kembali "Oya, bapakmu juga titip salam," bertambah heran si anak tadi. "Tapi salamnya bukan buat kamu, sini Kang!" sambil melambaikan tangannya agar si anak mendekat. Setelah dekat Mbah Yai berbisik "SStt, ini salam rahasia Kang, sampaikan salam ini hanya pada semangatmu!) lanjut Mbah Yai sambil menepukkan tangan ke dada si anak.
Si anak berjalan super cepat menuju kamar. Dadanya sesak, bukan karena tepukan tangan Mbah Yai, tetapi karena matanya tak tahan menahan air mata yang berontak ke luar bagaikan tanggul bengawan Solo yang jebol. Lebih-lebih lagi setelah dia membuka bungkusan dari Ayahandanya yang berisi "seragan sekolah BARU lengkap dengan sepatunya serat baju koko dan sarung plus tasbih putih berkilau."
Di sela-sela pakaian itu, terselip secari kertas bertuliskan:
IDZIL FATAA HASBA I'TIQADIHI RUFI'
WAKULLUMAN LAMYA'TAQID LAM YANTAFI'*
Hanya pemuda yang bertekat kuat yang derajatnya terangkat
Sedangkan orang yang tak beritikad tidak akan mendapat manfaat
*Sebuah cuplikan nadzam Alfiyah Ibnu Malik

Tidak ada komentar: